Rabu, 02 Oktober 2013

CATTARI ARIYA SACCANI (Empat Kesunyataan Mulia)

DALAM khotbah-Nya yang pertama di Tamari Rusa Isipatana yang terkenal dengan nama Dhamma Cakkappavattana Sutta (Khotbah Pemutaran Roda Dhamma), Sang Buddha Gotama telah mengajarkan secara singkat Empat Kesunyataan Suci (Cattari Ariya Saccani), yang menjadi landasan pokok Buddha Dhamma.
Empat Kesunyataan Suci tersebut adalah :
A. KESUNYATAAN SUCI TENTANG DUKKHA (Dukkha Ariyasacca)
Kata "dukkha" disini, yang menyatakan pandangan Sang Buddha tentang kehidupan dan dunia, mempunyai pengertian filosofis yang mendalam dan mencakup bidang yang amat luas.
Dalam khotbah-Nya yang pertama setelah mencapai Penerangan Sempurna, Beliau merumuskan dukkha dengan istilah sebagai berikut :
"Kelahiran, usia tua dan kematian adalah dukkha; kesakitan, keluh kesah, ratap tangis, kesedihan dan putus asa adalah dukkha; berpisah dengan yang dicintai, berkumpul dengan yang tidak disenangi, dan tidak memperoleh apa yang diingini adalah dukkha. Dengan ringkas, jasmani dan bathin (segala bentuk kehidupan) adalah dukkha".
Banyak orang salah mengerti terhadap Ajaran ini, dan beranggapan bahwa Buddha Dhamma adalah ajaran pesimistis, yang memandang dunia ini dari sudut negatif. karena itu disini perlu ditegaskan bahwa Buddha Dhamma bukanlah Ajaran yang bersifat pesimistis atau optimistis. Sang Buddha adalah seorang realis dan obyektif; Beliau memandang segala sesuatu menurut hakekat yang sebenarnya berdasarkan Pandangan Terang (Yathabhutamnanadassanam).
Sewaktu menerangkan dukkha, Beliau juga mengakui adanya berbagai bentuk "kebahagiaan", material dan spiritual. Akan tetapi, kebahagiaan-kebahagiaan itu sendiri adalah bersyarat, selalu berubah-ubah dan tidak kekal, karena itu harus digolongkan dalam dukkha (Anicca, Dukkha Viparinamadhamma); dukkha bukan merupakan "penderitaan" dari arti kata umum, tetapi karena "segala sesuatu yang tidak kekal adalah dukkha" (yad aniccam tamdukkham).
Karenanya, dukkha disini mempunyai tiga pengertian :
1. Dukkha yang nyata, yang benar-benar dirasakan sebagai derita tubuh atau clerita bathin, seperti sakit, susah hati (dukkha-dukkha).
2. Semua perasaan senang dan bahagia berdasarkan sifat tidak kekal, yang di dalamnya terkandung benih-benih dukkha (viparinama dukkha).
3. Sifat tertekan dari semua sankhara (bentuk/keadaan yang bersyarat) yang selalu muncul dan lenyap, seperti paticakkhandha (lima kelompok kehidupan) atau nama-rupa (Sankharadukkha).
B. KESUNYATAAN SUCI TENTANG ASAL MULA DUKKHA (Dukkhasamudaya Ariyasacca)
Asal-mula dukkha ialah "keinginan rendah" (Tanha), yang menyebabkan kelahiran berulang-ulang bersama dengan hawa napsu yang mencari kenikmatan ke sana ke mari (ponobhavika nandiragasahagata tatratatrabhinandini), yang terdiri atas :
1. Keinginan akan napsu indera (kama-tanha)
2. Keinginan akan penjelmaan (bhava-tanha)
3. Keinginan akan pemusnahan (vibhava-tanha)
Setiap orang mengakui bahwa semua kejahatan dalam dunia ini disebabkan oleh keinginan yang egoistis. Hal ini tidak sulit untuk dimengerti. Tetapi bagaimana tanha ini dapat mengakibatkan "kelahiran berulang-ulang" (ponobhavika) bukanlah dengan mudah dapat dimengerti. Maka di sini kita akan membicarakan sudut falsafah yang lebih dalam dari kesunyataan Suci kedua yang berhubungan dengan Kesunyataan Suci pertama.
Terdapat empat macam "makanan" (ahara) dalam pengertian sebab atau kondisi yang diperlukan untuk kelangsungan makhluk-makhluk:
1. Makanan material (kabalikarahara)
2. Kontak dari enam indera kita dalam menyentuh obyek (phassahara)
3. Kesadaran yang menimbulkan nama dan rupa (vinnanahara)
4. Kehendak bathin yang menimbulkan perkataan dan perbuatan (manosancetanahara)
Ahara 4 macam ini merupakan kehendak untuk hidup, untuk lahir, untuk lahir kembali, untuk berlangsung, untuk menjadi lebih sempurna. Ia menciptakan akar dari kelahiran dan kelangsungan yang bergerak maju dengan perbuatan-perbuatan yang baik dan buruk (kusala - akusala kamma).
B. KESUNYATAAN SUCI TENTANG LENYAPNYA DUKKHA (Dukkhanirodha Ariyasacca)
Lenyapnya dukkha, berakhir sama sekali, dilepaskannya, ditinggalkannya, terbebas dari, tidak terdapatnya keinginan rendah (tanha) ini; atau dengan kata lain: tercapainya Nibbana.
C. KESUNYATAAN SUCI TENTANG JALAN MENUJU LENYAPNYA DUKKHA (Dukkhanirodha-gamini-patipada Ariyasacca)
Jalan untuk menuju lenyapnya dukkha ialah "Jalan Mulia Berunsur Delapan" (Ariya Atthangika Magga). Jalan Mulia Berunsur Delapan ini dikenal juga sebagai "Jalan Tengah" (Majjahima Patipada), oleh karena "Jalan" ini menghindari dan berbeda di luar cara hidup yang ekstrim, yaitu : pemuasan napsu indera yang berlebih-lebih dan penyiksaan diri; dan sekaligus mengajarkan suatu cara berpikir di tengah-tengah yang menghindari kedua kutub pandang, yaitu pandangan tentang "kekekalan" (sassataditthi) dan "kemusnahan" (ucchedda-ditthi).
Dengan ajaran ini kita dapat membedakan antara unsure-unsur berikut : suci dan tidak suci" (ariya dan anariya), baik dan buruk (kusala dan akusala), berguna dan tidak berguna (attha dan anattha), benar dan salah (dhamma dan adhamma), tercela dan tidak tercela (savajja dan anavajja), jalan hidup yang terang dan jalan hidup yang gelap (tapaniya dan anatapaniya) dan sebagainya.
Perlu ditekankan bahwa Jalan Mulia Berunsur Delapan ini bukanlah terdiri atas delapan buah jalan, yang harus diikuti satu demi satu atau dilaksanakan secara terpisah. Jalan Mulia Berunsur Delapan ini sebenarnya adalah "satu jalan" yang mempunyai delapan faktor di dalamnya. Karenanya, sesuai dengan kemampuan masing-masing individu.
Jalan Mulia Berunsur Delapan tersebut terdiri atas :
1. Samma-ditthi (Pandangan Benar)
Terdapat tiga macam pandangan yang benar yaitu :
1. Pandangan yang benar terhadap Karma.
Hal ini dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Semua makhluk adalah merupakan karmanya sendiri.
2. Semua makhluk adalah merupakan ahli waris dari karmanya sendiri.
3. Semua makhluk adalah lahir dari karmanya sendiri.
4. Semua makhluk adalah keluarga dari karmanya sendiri.
5. Semua makhluk adalah di topang oleh karmanya sendiri.
6. Karma apa saja yang dibuatnya, yang baik atau buruk, terhadap itu ia akan menjadi ahli warisnya.
2. Pandangan yang benar mengenai sepuluh persoalan.
Hal ini dapat diperinci sebagai berikut :
1. Adanya kebajikan yang tinggi dalam berdana.
2. Adanya kebajikan dalam pemberian yang banyak.
3. Adanya kebajikan dalam pemberian yang sedikit.
4. Adanya akibat dari perbuatan yang buruk maupun yang baik.
5. Adanya kebajikan dalam perbuatan yang dilakukan terhadap ibu.
6. Adanya kebajikan dalam perbuatan yang dilakukan terhadap ayah.
7. Adanya makhluk-makhluk yang lahir secara spontan.
8. Adanya dunia ini.
9. Adanya makhluk-makhluk yang lahir secara spontan.
10. Adanya dunia atau alam-alam kehidupan yang lain.
11. Adanya para Buddha dan Arahat yang melakukan latihan yang benar, yang memiliki pencapaian yang benar, yang mendapatkan kesunyataan melalui usahanya sendiri, di dunia ini maupun di alam-alam kehidupan yang lainnya, dan mengajarkan kesunyataan itu kepada makhluk-makhluk lainnya.
3. Pandangan yang benar mengenai Empat Kesunyataan Suci, yaitu :
1. Tentang adanya Dukkha.
2. Tentang Asal Mulanya Dukkha.
3. Tentang lenyapnya Dukkha.
4. Tentang Jalan yang menuju lenyapnya Dukkha.
2. Samma-Sankapa (Pikiran Benar)
Pikiran yang benar adalah pikiran yang menghindari kejahatan dan pikiran yang cenderung kepada kebajikan, yaitu :
1. Pikiran yang bebas dari Akusalamula 3 (3 akar kejahatan) yaitu lobha (ketamakan), doa (kebencian), moha (kebodohan bathin).
2. Pikiran yang berisi metta (cinta kasih).
3. Pikiran yang berisi karuna (belas kasihan).
3. Samma-vaca (Ucapan Benar).
Ucapan yang benar dapat diperinci sebagai berikut :
1. Ucapan yang terbebas dari kebohongan (kepalsuan).
2. Ucapan yang terbebas dari memfitnah (adu domba).
3. Ucapan yang terbebas dari kekerasan (kekejaman).
4. Ucapan yang terbebas dari kerewelan (cerewet/bawel).
4. Samma-kammanta (Perbuatan Benar).
Perbuatan yang benar adalah perbuatan yang tidak merugikan makhluk lain dan hal ini dapat diperinci sebagai berikut :
1. Perbuatan yang menghindari pembunuhan atau penyiksaan makhluk lain.
2. Perbuatan yang menghindari pencurian atau mengambil barang yang bukan miliknya.
3. Perbuatan yang menghindari perzinaan.
5. Samma-ajiva (Pencaharian Benar)
Pencaharian yang benar adalah pencaharian yang tidak merugikan makhluk lain dan juga tidak merugikan diri sendiri. Hal ini dapat diterangkan sebagai berikut :
1. Pencaharian yang tidak mengakibatkan pembunuhan.
2. Pencaharian yang wajar atau halal.
3. Pencaharian yang tidak berdasarkan penipuan.
4. Pencaharian yang tidak berdasarkan ilmu yang rendah (black-magic).
6. Samma-vayama (Usaha Benar).
Usaha yang benar adalah usaha untuk membersihkan diri dan mengembangkan kebaikan. Hal ini dapat diperinci sebagai berikut :
1. Usaha untuk menghindari kejahatan yang belum ada dalam diri.
2. Usaha untuk menghilangkan kejahatan yang sudah ada dalam diri.
3. Usaha untuk menumbuhkan kebaikan yang belum ada dalam diri.
4. Usaha untuk mengembangkan kebaikan yang sudah ada dalam diri.
7. Samma-sati (Perhatian Benar).
Perhatian yang benar adalah perhatian yang ditujukan kedalam diri sendiri, untuk melihat proses kehidupan ini, yang selalu dalam keadaan berubah, yakni :
1. Perhatian terhadap jasmani (Kayanupassana).
2. Perhatian terhadap perasaan (Yedananupassana).
3. Perhatian terhadap pikiran (Cittanupassana).
4. Perhatian terhadap bentuk-bentuk pikiran (dhammanupassana).
8. Samma-samadhi (Meditasi Benar).
Meditasi yang benar adalah meditasi untuk membersihkan bathin, guna menuju kesejahteraan hidup atau kesucian atau kebebasan dari penderitaan. Meditasi yang benar ada 2 (dua) macam, yaitu :
1. Samatha- Bhavana, adalah meditasi untuk mengembangkan ketenangan bathin guna    mencapai jhana-jhana dan kekuatan bathin (abhinna).
2. Vipassana-Bhavana, adalah meditasi untuk mengembangkan pandangan terang guna        mencapai kebijaksamian dan kesucian serta terbebas dari dukkha (nibbana).
Keterangan mengenai delapan faktor ini :
1. Pandangan Benar dan Pikiran Benar adalah kelompok  Panna.
2. Pembicaraan Benar, Perbuatan Benar dan Pencaharian Benar adalah kelompok 
3. Usaha Benar, Perhatian Benar dan Meditasi Benar adalah kelompok Samadhi