Senin, 16 Maret 2020

FENOMENA ALAM KEHIDUPAN DAN HUKUM NIYAMA

1.     Fenomena Alam-Kehidupan dan “Dewa Pencipta”
Secara umum berbicara tentang asal mula fenomena alam dan kehidupan      di dunia secara sederhana selalu dikaitkan “Dewa Pencipta”. Dalam hal ini yang menciptakan itu umumnya dimengerti sebagai Tuhan. Hal tersebut berhubungan dengan paham agama dan orang-orang tertentu yang memandang bahwa Tuhan adalah Maha Pencipta, Maha Kuasa, dan lain-lain.
Dalam agama Buddha kepercayaan terhadap dewa atau makhluk ‘adi kodrati’ entah itu diberi nama Tuhan atau apa pun namanya yang dihubungkan dengan asal mula suatu kejadian atau fenomena, yang mengatur dunia dan menentukan nasib manusia adalah sebuah ‘mitos’. Mitos adalah suatu kisah yang bukan realitas/ kenyataan sebenarnya, tetapi ia berpengaruh terhadap kehidupan manusia. Mitos sering ditemukan sebagai penjelasan atas sebuah fenomena alam. Misalnya, pada zaman dahulu orang percaya bahwa gunung meletus itu karena dewa gunung sedang marah, tetapi sekarang kita mengetahui bahwa gunung meletus adalah peristiwa kimiawi yang terjadi secara alamiah.
Maha Pencipta dalam agama Buddha lebih dipandang sebagai Hukum Dharma (Dhamma Niyama). Terjadinya segala sesuatu di dunia ini termasuk terjadinya alam semesta ini didasarkan pada suatu hukum yaitu hukum sebab akibat dan kondisi yang saling menjadikan. Artinya, bahwa suatu peristiwa atau fenomena itu terjadi bukan karena suatu pribadi yang maha kuasa, tetapi terjadinya suatu peristiwa karena syarat-syaratnya atau hukumnya terpenuhi. Misalnya syarat- syarat terciptanya roti. Roti dapat terjadi bila ada sebab dan kondisinya. Syarat- syarat atau hukum terjadinya roti adalah harus ada terigu, telur, air, bahan pengembang, gula, api dan lain-lain. Tanpa adanya sebab akibat dan kondisi tersebut roti tidak akan dapat dibuat.
2.     Berbagai Fenomena Alam
Coba kalian amati dengan saksama tentang berbagai fenomena alam yang sering kalian jumpai dalam kehidupan. Proses pengamatan tersebut dapat melalui buku-buku, majalah, koran, internet, atau sumber lainnya yang bisa kalian jangkau. Kemudian kalian pertanyakan hal-hal itu dalam diri masing-masing. Setelah itu kalian komentari tentang fenomena alam tersebut. Adapun fenomena dimaksud antara lain tentang hal-hal sebagai berikut.
   a. Awan
   b.Cuaca
   c. Hujan
   d. Halilintar
   e. Gempa Bumi
   f.  Angin Topan
   g. Gunung meletus, dll. 


SEKALIPUN Dhamma mengajarkan bahwa Kamma adalah sebab utama dari berbagai macam keadaan di dunia ini, ini bukanlah satu fatalisme (menyerah kepada keadaan dan berputus asa) maupun nasib tertentu yang sudah digariskan untuk seseorang atau makhluk.
Hukum Kamma hanya merupakan satu dari Panca Niyama (Lima Hukum) yang bekerja di alam Semesta ini, dan masing-masing merupakan hukum sendiri.

Hukum-hukum dimaksud adalah :

1. UTU NIYAMA
Utu niyama adalah hukum universal tentang energi yang mengatur ternentuk dan hancurnya bumi,planet, tata surya, tempertur, cuaca, gempa, angin,ombak, panas matahari, bencana alam/ semua yang berhubungan dengan energi. beberapa sutta dalam tripitaka menyebutkan tentang alam semesta, kejadian bumi dan manusia serta kehancuran bumi. alam semesta disebutkan dalam Ananda Vagga (Anguttata Nikaya) juga dalam Mahaprajnaparamita Sutra. kejadian bumi dan manusia banyak disebutkan dalam Digha Nikaya (Aganna Sutta, Patika Sutta, Brahmajala Sutta) sedangkan kehancuran bumi banyak disebutkan dalam Anguttara Nikaya seperti dalam Sattakanipata
Hukum "physical inorganic" misalnya : gejala timbulnya angin dan hujan yang mencakup pula tertib silih bergantinya musim-musim dan perubahan iklim yang disebabkan oleh angin, hujan, sifat-sifat panas dan sebagainya.
2. BIJA NIYAMA
Hukum tertib tumbuh-tumbuhan dari benih dan pertumbuhan tanam-tanaman, misalnya padi berasal dari tumbuhnya benih padi, gula berasal dari batang tebu atau madu dan sebagainya. selain itu Bija Niyama mengatur semua proses Pertumbuhan dan Perkembangan. pertumbuhan adalah proses bertambah besarnya organisme yang didalamnya terdapat proses pembakaran zat-zat makanan untuk menghasilkan energi. Perkembangan adalah proses reproduksi atau proses perbanyakan diri sebagai upaya mempertahankan kelangsungan generasinya, dengan membentuk spermatozoid dan ovum, penyerbukan, perkawinan dan peleburan untuk membentuk individu baru. reproduksi tergolong bija niyamadikarenakan terdapat proses genetika berupa pewarisan sifat-sifat keturunan. tumbuhan tidak memiliki citta maka tidak akan memiliki kamma.
3. KAMMA NIYAMA
Hukum alam mengenai sebab dan akibat perbuatan, kerja, usaha pada makhluk hidup kecuali tumbuhan, misalnya : perbuatan yang bermaksud bermanfaat (baik/membahagiakan) dan yang bermaksud merugikan (buruk) terhadap pihak lain, menghasilkan pula akibat baik maupun buruk. karma dilakukan melalui tiga saluran, yaitu: pikiran, perkataan dan badan jasmani berupa Kusala (baik) maupun Akusala (buruk). Tumbuhan tidak masuk dalam kamma niyama karena tumbuhan tidak memiliki pikiran, jadi tumbuhan tidak dapat mebuat kamma (perbuatan yang menjadi sebab)

4. CITTA NIYAMA
Hukum tertib jalannya alam pikiran atau hukum alam bathiniah, misalnya : proses kesadaran, timbul dan lenyapnya kesadaran, sifat-sifat kesadaran, kekuatan bathin dan sebagainya.
Telepati, kemampuan untuk mengingat hal-hal yang telah lampau, kemampuan untuk mengetahui hal-hal yang akan terjadi dalam jangka pendek atau jauh, kemampuan membaca pikiran orang lain, dan semua gejala bathiniah yang kini masih belum terpecahkan oleh ilmu pengetahuan modern termasuk dalam hukum terakhir ini.

5. DHAMMA NIYAMA
Hukum tertib terjadinya persamaan dari satu gejala yang khas yang tidak diatur oleh keempat hukum lainnya, misalnya : terjadinya keajaiban alam pada waktu seseorang Bodhisattva hendak mengakhiri hidupnya sebagai seorang calon Buddha, pada saat Ia akan terlahir untuk menjadi Buddha.
Hukum gaya berat (gravitasi) dan hukum alam sejenis lainnya, sebab-sebab dari keselarasan dan sebagainya, termasuk hukum ini. 

Niyama dan Konsep Penciptaan


Dengan mempelajari dan memahami lima niyama ini, seseorang dapat sampai pada kesimpulan, “Tidak ada penguasa dunia ini, tidak ada ‘pencipta’ yang menciptakan alam semesta, melainkan hukum tertib kosmis yang berunsur lima. Semua adalah hasil dari sebab dan akibat yang muncul dan lenyap setiap saat. Tidak ada yang berdiam di dunia yang bersifat sementara ini, oleh sebab itu tidak ada ketenangan abadi yang dapat ditemukan, tetapi pada sisi lain, dapat ditemukan pada dunia yang selalu berubah ini di mana tidak ada kemenjadian (jati) melalui ketiadaan sebab. Untuk mencapai tempat tersebut di mana ketenangan abadi berada kita harus menapaki Jalan Mulia Berunsur Delapan yang menghubungkan dunia ini menuju jalan keluar. Ketika kita mendekati Nibbanakita secepat mungkin menarik pijakan terakhir kita dari dunia ini, maka kita seketika naik menuju lokuttara-bhumikedamaian Nibbana.”
Terdapat dua jenis konsep penciptaan di dunia ini, yaitu issara-kutta dan brahma-kuttaKonsep penciptaan di mana orang-orang mempercayai adanya penguasa tertinggi seluruh alam semesta yang selamanya tinggal di surga dan menciptakan segalanya disebut issara-kutta atau issara-nimmana (diciptakan oleh issara/isvara atau ‘Tuhan’). Konsep di mana orang-orang mempercayai adanya brahma yang selamanya tinggal di surga yang menciptakan segalanya dan menguasai seluruh alam semesta disebut brahma-kutta. Di sini issara atau brahma hanya berbeda dalam istilah, namun keduanya menunjuk pada sosok penguasa dunia dan pencipta yang sama. Brahma merupakan nama yang dipakai oleh kaum brahmana dan telah menjadi gagasan umum yang diterima di alam manusia, dewa, dan brahma sejak awal dunia. Issara bukan gagasan yang umum, melainkan adopsi imaginatif yang dibuat oleh mereka yang gagal mendapatkan pengetahuan tentang asal mula dunia dan sebab pertama segala hal dalam kehidupan. Untuk menghilangkan pandangan salah ini, para komentator kitab suci Tipitaka memaparkan hukum tertib kosmis ini.
Mahabrahma dapat menyinari lebih dari ribuan sistem dunia dengan pancaran cahayanya yang cemerlang. Ia dapat melihat segala sesuatu dalam dunia-dunia tersebut, mendengarkan suara-suara, pergi ke tempat mana pun dan kembali sekehendak hatinya dalam seketika, dan membaca pikiran para manusia dan dewa. Berhubungan dengan kekuatan menciptakan dan mengubah sesuatu, mahabrahma dapat menciptakan atau mengubah tubuhnya sendiri atau objek eksternal apa pun menjadi berbagai bentuk. Namun ini hanya bagaikan pertunjukan sulap di mana ketika ia menarik kembali kekuatannya, semuanya akan lenyap.
Kenyataanya, ia tidak dapat menciptakan mahkluk hidup dan benda yang sesungguhnya, bahkan kutu atau  telurnya  sekalipun.  Dalam  menciptakan taman dan pepohonan dengan kekuatan batinnya, ia dapat menciptakan dan memperlihatkannya secara sementara, tidak substansial, tidak nyata, meniru dan menyerupai hal-hal yang diinginkan. Ia tidak dapat menciptakan sebuah pohon bahkan sehelai rumput sekalipun.
Hal ini disebabkan karena kemunculan suatu fenomena, kemunculan suatu makhluk hidup, atau pertumbuhan tanaman bukan dalam jangkauan kekuatan batin, tetapi dalam jangkauan hukum kosmis, seperti Dhamma-niyama, Kamma- niyama, dan Bija-niyama. Benda-benda yang diciptakannya hanya bertahan ketika iddhi (kekuatan batin) sedang berperan dan akan lenyap segera setelah iddhi ditarik. Terjadinya musim panas, hujan, dan dingin merupakan proses alamiah dari hukum cuaca dan bukan kendali kekuatan batin.
Mahabrahma dapat memindahkan ribuan manusia dalam  kehidupan  sekarang ke surga jika ia menginginkannya. Ia tidak dapat membuat mereka tidak  mengalami  usia tua dan kematian, bahkan ia tidak dapat menghalangi  dan menyelamatkan mereka dari kelahiran kembali di alam yang menderita. Hal ini disebabkan karena unsur-unsur materi dan mental yang menyusun pribadi manusia berada dalam pengaruh hukum alam (Dhamma-niyama) dari kelahiran, usia tua, dan kematian. Ia tidak dapat membuat manusia atau makhluk mana pun terlahir kembali di surga setelah mereka meninggal karena lahirnya kehidupan baru di alam yang baru setelah kematian bukan dalam lingkungan kendali iddhi melainkan dalam kendali Kamma-niyama.
Di dunia ini orang yang membunuh dan memakan unggas dan selalu mabuk minuman keras pasti jatuh ke alam yang menderita setelah kematian walaupun setiap hari rajin berdoa dan mengunjungi tempat ibadah. Mahabrahma atau ‘Tuhan’ tidak dapat menyelamatkannya bagaimana pun, karena ini berada dalam jangkauan Kamma-niyama dan bukan jangkauan iddhi. Sebaliknya, siapa pun yang tidak mempercayai konsep issara-kutta dan brahma-kuttayang menyakini hukum kamma dan menjauhi perbuatan buruk dan selalu mengembangkan perbuatan baik, pasti naik ke alam yang bahagia setelah kematiannya. Mahabrahma tidak dapat mencegahnya datang ke surga, karena pengaruh iddhi tidak dapat menolak jalannya hukum moral. Mahabrahma tidak dapat mempertahankan dan menyelamatkan bahkan dirinya sendiri dari kejatuhan ke alam rendah.
Pada sisi lain, agama Buddha mengajarkan bahwa banyak siklus dunia telah terbentuk di masa lampau dan banyak lagi yang lain akan mengikuti siklus dunia yang sekarang secara bergantian. Ia juga mengajarkan bahwa dunia memiliki awal dan akhir serta terdapat sebab yang disebut hukum alam atas pembentukan dan kehancuran setiap dunia, dan hukum alam ini ada selamanya dan terus berjalan dalam ruang waktu yang tak terhingga. Oleh sebab itu, umat Buddha seharusnya tidak menganut pandangan salah tentang penciptaan baik issara-kutta ataupun brahma-kutta. 

Sabtu, 21 Januari 2017

PARA PENDUKUNG BUDDHA 1 (Anatapindika)

Kisah 1
Anathapindika dilahirkan di Savatthi. Ayahnya seorang jutawan yang bernama Sumana. Nama sebenarnya adalah Sudatta, tetapi karena kedermawannya dan selalu bersedia menolong orang yang melarat, maka ia diberi nama Anathapindika yang berarti “Pemberi makan orang yang melarat”. Istrinya bernama Punnalakkhana, kakak dari seorang jutawan di Rajagaha dan mempunyai seorang putra bernama Kala, serta tiga orang putri bernama Mahasubhadda, Culasubhadda, dan Sumana.Pada suatu hari Sang Buddha tiba di hutan Sitavana dalam perjalanan dari Kapilavatthu ke Rajagaha. Di tempat inilah untuk pertama kali anathapindika bertemu dengan Sang Buddha, waktu Anathapindika berkunjung ke Rajagaha untuk urusan dagang. 
Di rumah kakak iparnya di Rajagaha, ia melihat bahwa jutawan dari Rajagaha ini sedang sibuk mempersiapkan hidangan untuk Sang Buddha dan para pengikut-Nya. Demikian mewahnya hidangan yang sedang disiapkan, sehingga ia berpikir barangkali ada pesta pernikahan atau mungkin untuk menerima kedatangan seorang Raja. Setelah diberitahu bahwa semua hidangan itu disiapkan untuk menerima kedatangan Sang Buddha, maka timbul hasrat dalam dirinya untuk mengunjungi Sang Buddha.Ia bermaksud untuk mengunjungi Sang Buddha pagi-pagi sekali keesokan harinya. Memikirkan kunjungan ini membuat Anathapindika demikian tegang, sehingga malam itu ia terbangun sampai tiga kali dari tidurnya. Waktu ia berangkat ke Sitavana, hari masih gelap. Ketika hendak melintasi tanah pekuburan, hatinya merasa takut sekali sehingga ia menggigil. Tetapi kepercayaannya terhadap Sang Buddha demikian kuat, sehingga dari tubuhnya keluar cahaya yang menerangi jalan yang harus dilaluinya. Lagipula seorang makhluk halus (yakkha) bernama Sivaka yang baik hati memberi ia semangat, sehingga akhirnya tibalah Anathapandika di Sitavana. 
Pada waktu itu Sang Buddha sedang jalan hilir mudik sambil menghirup udara pagi hari yang segar.Sang Buddha menyapanya dengan memanggil nama pribadinya. Kemudian Sang Buddha memberikan uraian Dhamma yang membuat Anathapindika menjadi seorang Sotapanna.Waktu mau pamitan pulang, Anathapindika mengundang Sang Buddha untuk keesokan harinya makan siang di rumahnya.Setiba di rumahnya, Anathapindika sibuk mempersiapkan sendiri semua kebutuhan untuk keesokan harinya dan menolak tawaran kakak iparnya dan Raja Bimbisara yang ingin membantunya. Selesai makan siang yang ia layani sendiri, Anathapindika mengundang Sang Buddha untuk ber-vassa (istirahat musim hujan) di Savatthi. Sang Buddha menerimanya dengan mengatakan, “Para Tathagata, oh kepala keluarga, menyukai tempat yang sunyi.”“Saya mengerti, oh Bhagava, saya mengerti, Sugata,” jawab Anathapindika.Setelah menyelesaikan urusan dagangnya di Rajagaha, Anathapindika pulang ke Savatthi. Sepanjang jalan dari Rajagaha ke Savatthi, ia meninggalkan pesan kepada sahabat-sahabat dan kenalan-kenalannya agar menyiapkan tempat tinggal, taman-taman, rumah-rumah untuk istirahat dan hadiah-hadiah dalam rangka menyambut kunjungan Sang Buddha ke Savatthi.
Mengetahui bahwa Sang Buddha menerima tawaran untuk ber-vassa di Savatthi, maka setibanya di Savatthi, Anathapindika mencari sebidang tanah yang luas dan sunyi untuk membuat tempat tinggal bagi Sang Buddha dan para pengikut-Nya. Ia ingat kepada taman Pangeran Jeta yang memenuhi syarat yang dikemukakan Sang Buddha. Ia menghubungi Pangeran Jeta dan mengutarakan maksudnya untuk membeli tanah tersebut bagi tempat tinggal Sang Buddha dan para pengikut-Nya. Tetapi Pangeran Jeta menjawab bahwa tamannya tidak dijual, meskipun Anathapindika sanggup membayar sepuluh juta uang emas. Karena Anathapindika terus mendesak, maka akhirnya ia setuju menjual tamannya asalkan saja Anathapindika sanggup menutupi taman tersebut dengan uang emas.Dengan tanpa pikir panjang, Anathapindika segera menyuruh pelayannya untuk mengeluarkan uang emas dari gudang hartanya dan menutupi taman dengan mata uang emas. Tetapi menjelang semua tanah akan tertutup dengan mata uang emas, tiba-tiba Pangeran Jeta datang dan meminta agar sisa tanah yang belum tertutup uang emas dianggap sebagai sumbangan Pangeran Jeta kepada Sang Buddha. Setelah itu Anathapindika memerintahkan untuk membuat sebuah vihara yang besar dan megah dengan biaya yang besar sekali.
Dikisahkan bahwa Sang Buddha berada di vihara Jetavanarama tersebut selama sembilan belas vassa, khususnya pada waktu Beliau sudah berusia lanjut dan vihara inilah Sang Buddha memberikan khotbah-Nya yang terbanyak.Anathapindika dua kali sehari mengunjungi Sang Buddha dan sering membawa banyak sahabatnya. Kalau datang ia selalu membawa hadiah-hadiah untuk para bhikkhu muda dan samanera. Tetapi anehnya, ia sendiri tidak pernah menanyakan sesuatu karena khawatir membuah Sang Buddha lelah. Di pihak lain, Sang Buddha sendiri sering memberikan uraian Dhamma kepadanya.Tiap hari Anathapindika memberi makan kepada seratus orang bhikkhu dan menyediakan juga makanan untuk para tamu, penduduk desa dan mereka yang kebetulan datang ke rumahnya. Lima ratus tempat duduk selalu siap di rumahnya untuk menerima siapa saja yang datang.Seisi rumahnya berpegang teguh kepada Panca-Sila dan pada hari-hari Uposatha (tanggal 1,8, 14/15, 22/23 menurut penanggalan bulan) mereka berpuasa.Pada waktu itu, ketika Sang Buddha sedang berkeliling, Anathapindika merasa sedih sekali karena tidak ada sesuatu yang dapat dipujanya. Oleh karena itu bersama-sama penduduk Savatthi lain ia minta kepada Ananda untuk membuat tempat di mana mereka dapat memuja dan memuliakan nama Sang Buddha. Atas saran Sang Buddha, satu cangkokan dari pohon Bodhi di Gaya ditanam di dekat pintu masuk Jetavanarama. Karena penanaman pohon ini dihadiri oleh Ananda, maka kemudian dikenal sebagai Anandabodhi.Karena kedermawanannya, Anathapindika diberi gelar “Pemimpin para Dayaka”. Dayaka berarti penyokong Sang Buddha. Ketiga putrinya juga semua turut membantu ayahnya mengurus segala kebutuhan para bhikkhu. Putri pertama dan kedua telah mencapai tingkat kesucian Sotapana, menikah dan kemudian mengikuti suaminya. Putri yang ketiga memperoleh tingkat kesucian Sakadagami. Ia tidak menikah dan tinggal bersama-sama ayahnya.Putranya semula tidak tertarik mendengarkan Dhamma, namun berkat dorongan ayahnya ia kemudian sering mendengarkan khotbah Sang Buddha dan mencapai tingkat kesucian Sotapana.
Anathapindika meninggal dunia sebelum Sang Buddha mangkat. Waktu ia sakit keras, ia mengirim pesan khusus kepada Sariputta, dan Sariputta datang menjenguknya bersama-sama Ananda. Pada waktu itu Sariputta memberikan uraian Dhamma dan selagi Anathapindika memusatkan pikirannya kepada perbuatan-perbuatannya yang baik dan mulia, seketika itu ia sembuh dari sakitnya. Ia bangkit dari tempat tidurnya dan menyuguhkan kedua Thera tersebut dengan makanan dari pancinya sendiri.Tidak lama kemudian, ia meninggal dunia dengan tenang dan bertumimbal lahir di surga Tusita.
http://biografibuddha.blogspot.co.id/2010/07/anathapindika_29.html

Kisah 2
Anathapindika adalah pendana Vihara Jetavana yang didirikan dengan biaya lima puluh empat crores. Ia tidak hanya dermawan tetapi juga benar-benar berbakti kepada Sang Buddha.Dia pergi ke Vihara Jetavana dan memberikan penghormatan kepada Sang Buddha tiga kali sehari. Pada pagi hari dia membawa bubur nasi, siang hari dia membawa beberapa macam makanan yang pantas atau obat-obatan, dan pada malam hari dia membawa bunga dan dupa. 
Setelah beberapa lama Anathapindika menjadi miskin, tetapi sebagai orang yang telah mencapai tingkat kesucian Sotapanna, batinnya tidak terguncang dengan kemiskinannya, dan dia terus melakukan perbuatan rutinnya setiap hari yaitu berdana. Suatu malam, satu makhluk halus penjaga pintu rumah Anathapindika menampakkan diri dalam ujud manusia menemui Anathapindika, dan berkata: “Saya adalah penjaga pintu rumahmu, kamu telah memberikan kekayaanmu kepada Samana Gotama tanpa memikirkan masa depanmu. Hal itulah yang menyebabkan kamu miskin sekarang. Oleh karena itu kamu seharusnya tidak memberikan dana lagi kepada Samana Gotama dan kamu seharusnya memperhatikan urusanmu sendiri sehingga menjadi kaya kembali.” Anathapindika menghalau penjaga pintu tersebut keluar dari rumahnya. Karena Anathapindika sudah mencapai tingkat kesucian sotapanna, makhluk halus penjaga pintu tersebut tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Dia pun pergi meninggalkan rumah tersebut. Dia tidak mempunyai tempat tujuan pergi dan ingin kembali ke rumah Anathapindika, tetapi dia takut pada Anathapindika. Jadi dia mendekati Raja Sakka, raja para dewa. 
Sakka memberi saran kepadanya, pertama dia harus berbuat baik kepada Anathapindika dan setelah itu meminta maaf kepadanya. Kemudian Sakka melanjutkan, “Ada kira-kira delapan belas crores yang dipinjam oleh beberapa pedagang yang belum dikembalikan kepada Anathapindika, delapan belas crores lainnya disembunyikan oleh leluhur (nenek moyang) Anathapindika, dan telah dihanyutkan ke dalam laut. Dan delapan belas crores lainnya yang bukan milik siapa-siapa yang dikuburkan di tempat tertentu. Pergi dan kumpulkanlah semua kekayaan ini dengan kemampuan batin luar biasamu, penuhilah ruangan-ruangan Anathapindika. Setelah melakukan itu, kamu boleh meminta maaf padanya.” Makhluk halus penjaga pintu tersebut melakukan petunjuk Sakka, dan Anathapindika kembali menjadi kaya. 
Ketika makhluk halus penjaga pintu memberi tahu Anathapindika mengenai keterangan dan petunjuk yang diberikan oleh Sakka, perihal pengumpulan kekayaannya dari dalam bumi, dari dasar samudra, dan dari peminjam-peminjamnya. Anathapindika terkesan dengan perasaan kagum. Kemudian Anathapindika membawa makhluk halus penjaga pintu tersebut menghadap Sang Buddha 
Kepada mereka berdua, Sang Buddha berkata, “Seseorang tidak akan menikmati keuntungan dari perbuatan baiknya, atau menderita akibat dari perbuatan jahat untuk selamanya, tetapi akan tibalah waktunya kapan perbuatan baik atau buruknya berbuah dan menjadi matang.”
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 119 dan 120 berikut:

Pembuat kejahatan hanya melihat hal yang baik, selama buah perbuatan jahatnya belum masak,
tetapi bilamana hasil perbuatannya itu telah masak,
ia akan melihat akibat-akibatnya yang buruk.

Pembuat kebajikan hanya melihat hal yang buruk, selama buah perbuatan bajiknya belum masak,
tetapi bilamana hasil perbuatannya itu telah masak,
ia akan melihat akibat-akibatnya yang baik.
Makhluk halus penjaga pintu rumah itu mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah khotbah Dhamma tersebut berakhir.
http://samaggi-phala.or.id/tipitaka/kisah-anathapindika/
silahkan Donload selengkapnya DI SINI